Nama : Bambang
Apriyadi Sumarno
Kelas : 4EB17
NPM : 2221020
BAB 2
1.
Lingkungan
Bisnis yang Mempengaruhi Perilaku Etika
Tujuan
dari sebuah bisnis kecil adalah untuk tumbuh dan menghasilkan uang. Untuk
melakukan itu, penting bahwa semua karyawan dipapan dan bahwa kinerja mereka
dan perilaku berkontribusi pada kesuksesan perusahaan. Perilaku karyawan,
bagaimanpun dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal diluar bisnis. Pemilik
usaha kecil perlu menyadari faktor-faktor dan untuk melihat perubahan perilaku
karyawan yang dapat sinyal masalah.
o
Budaya
Organisasi
Keseluruhan
budaya perusahaan dampak bagaimana karyawan melakukan diri dengan rekan kerja,
pelanggan dan pemasok. Lebih dari sekedar lingkungan kerja, budaya organisasi
mencakup sikap manajemen terhadap karyawan, rencana pertumbuhan perusahaan dan
otonomi / pemberdayaan yang diberikan kepada karyawan.
o
Ekonomi
Lokal
Melihat
seorang karyawan dari pekerjaannya dipengaruhi oleh keadaan perekonomian
setempat. Jika pekerjaan yang banyak dan ekonomi booming, karyawan secara
keseluruhan lebih bahagia dan perilaku mereka dan kinerja cermin
itu.
Disisi lain, saat-saat yang sulit dan pengangguran yang tinggi, karyawan dapat
menjadi takut dan cemas tentang memegang pekerjaan mereka. Kecemasan ini
mengarah pada kinerja yang lebih rendah dan penyimpangan dalam penilaian.
o
Reputasi
Perusahaan dalam Komunitas
Persepsi
karyawan tentang bagaimana perusahaan mereka dilihat oleh masyarakat lokal
dapat mempengaruhi perilaku. Jika seorang karyawan menyadari bahwa
perusahaannya dianggap curang atau murah, tindakannya mungkin juga seperti itu
Ini
adalah kasus hidup sampai harapan. Namun, jika perusahaan dipandang sebagai
pilar masyarakat dengan banyak goodwill, karyawan lebih cenderung untuk
menunjukkan perilaku serupa karena pelanggan dan pemasok berharap bahwa dari
mereka.
2.
Saling Ketergantungan antara
Bisnis dan Masyarakat
Bisnis
melibatkan hubungan ekonomi dengan banyak kelompok orang yang dikenal sebagai
stakeholders, yaitu pelanggan, tenaga kerja, stockholders, suppliers, pesaing,
pemerintah dan komunitas. Oleh karena itu para pebisnis harus mempertimbangkan
semua bagian dari stakeholders dan bukan hanya stockholdernya saja. Pelanggan,
penyalur, pesaing, tenaga kerja dan bahkan pemegang saham adalah pihak yang sering
berperan untuk keberhasilan dalam berbisnis. Lingkungan bisnis yang
mempengaruhi perilaku etika adalah lingkungan makro dan lingkungan mikro.
Sebagai
bagian dari masyarakat, tentu bisnis tunduk pada norma-norma yang ada pada
masyarakat. Tata hubungan bisnis dan masyarakat yang tidak bisa dipisahkan itu
membawa serta etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnisnya, baik etika itu
antara sesama pelaku bisnis maupun etika bisnis terhadap masyarakat dalam
hubungan langsung maupun tidak langsung. Dengan memetakan pola hubungan dalam
bisnis seperti itu dapat dilihat bahwa prinsip-prinsip etika bisnis terwujud
dalam satu pola hubungan yang bersifat interaktif.
Etika
bisnis merupakan penerapan tanggung jawab sosial suatu bisnis yang timbul dari
dalam perusahaan itu sendiri. Bisnis selalu berhubungan dengan
masalah-masalah etis dalam melakukan kegiatan sehari-hari. bisnis dengan
masyarakat umum juga memiliki etika pergaulan yaitu etika
pergaulan bisnis.Etika pergaulan bisnis dapat meliputi beberapa hal
antara lain adalah
v
Hubungan
antara bisnis dengan langganan / konsumen
Hubungan
antara bisnis dengan langgananya adalah hubungan yang paling banyak dilakukan,
oleh karena itu bisnis haruslah menjaga etika pergaulanya secara baik. Adapun
pergaulannya dengan langganan ini dapat disebut disini misalnya saja :
a.
Kemasan
yang berbeda-beda membuat konsumen sulit untuk membedakan atau mengadakan
perbandingan harga terhadap produknya.
b.
Bungkus
atau kemasan membuat konsumen tidak dapat mengetahui isi didalamnya,
c.
Pemberian
servis dan terutama garansi adalah merupakan tindakan yang sangat etis bagi
suatu bisnis.
v
Hubungan
dengan karyawan
Manajer
yang pada umumnya selalu berpandangan untuk memajukan bisnisnya sering kali
harus berurusan dengan etika pergaulan dengan karyawannya. Pergaulan bisnis
dengan karyawan ini meliputi beberapa hal yakni : Penarikan (recruitment),
Latihan (training), Promosi atau kenaikan pangkat, Tranfer, demosi (penurunan
pangkat) maupun lay-off atau pemecatan / PHK (pemutusan hubungan kerja).
v
Hubungan
antar bisnis
Hubungan
ini merupakan hubungan antara perusahaan yang satu dengan perusahan yang lain.
Hal ini bisa terjadi hubungan antara perusahaan dengan para pesaing, grosir,
pengecer, agen tunggal maupun distributor.
v
Hubungan
dengan Investor
Perusahaan
yang berbentuk Perseroan Terbatas dan terutama yang akan atau telah “go publik”
harus menjaga pemberian informasi yang baik dan jujur dari bisnisnya kepada
para insvestor atau calon investornya. prospek perusahan yang go
public tersebut. Jangan sampai terjadi adanya manipulasi atau penipuan
terhadap informasi terhadap hal ini.
v
Hubungan
dengan Lembaga-Lembaga Keuangan
Hubungan
dengan lembaga-lembaga keuangan terutama pajak pada umumnya merupakan hubungan
pergaulan yang bersifat finansial.
3.
Kepedulian
Pelaku Bisnis Terhadap Etika
Etika
bisnis dalam suatu perusahaan mempunyai peranan yang sangat penting, yaitu
untuk membentuk suatu bisnis yang kokoh dan kuat dan mempunyai daya saing yang
tinggi serta mempunyai kemampuan untuk menciptakan nilai yang tinggi. Perilaku
etis dalam kegiatan berbisnis adalah sesuatu yang penting demi kelangsungan
hidup bisnis itu sendiri. Bisnis yang tidak etis akan merugikan bisnis itu
sendiri terutama jika dilihat dari perspektif jangka panjang. Bisnis yang baik
bukan saja bisnis yang menguntungkan, tetapi bisnis yang baik adalah selain
bisnis tersebut menguntungkan juga bisnis yang baik secara moral.
Tolak
ukur dalam etika bisnis adalah standar moral. Seorang pengusaha yang beretika
selalu mempertimbangkan standar moral dalam mengambil keputusan, apakah
keputusan ini dinilai baik atau buruk oleh masyarakat, apakah keputusan ini
berdampak baik atau buruk bagi orang lain, atau apakah keputusan ini melanggar
hukum.
Dalam
menciptakan etika bisnis perlu diperhatikan beberapa hal, antara lain
pengendalian diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya
perkembangan informasi dan teknologi, pengembangan tanggung jawab sosial,
mempertahankan jati diri, menciptakan persaingan yang sehat,
menerapkan konsep pembangunan yang berkelanjutan, mampu menyatakan hal
yang benar, Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan
golongan pengusaha kebawah, Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang
telah disepakati bersama dan lain sebagainya.
4.
Perkembangan Dalam Etika
Bisnis
Kegiatan
perdagangan atau bisnis tidak pernah luput dari sorotan etika. Perhatian etika
untuk bisnis dapat dikatakan seumur dengan bisnis itu sendiri. Perbuatan menipu
dalam bisnis , mengurangi timbangan atau takaran, berbohong merupakan contoh-contoh
kongkrit adanya hubungan antara etika dan bisnis.
5.
Etika Bisnis Dalam Akuntansi
Dalam
menjalankan profesinya seorang akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode etik
profesi dengan nama kode etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik Ikatan Akuntan
Indonesia merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang memberikan pedoman
kepada akuntan untuk berhubungan dengan klien, sesama anggota profesi dan juga
dengan masyarakat. Selain dengan kode etik akuntan juga merupakan alat atau
sarana untuk klien, pemakai laporan keuangan atau masyarakat pada umumnya,
tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikannya karena melalui serangkaian
pertimbangan etika sebagaimana yang diatur dalam kode etik profesi. Akuntansi
sebagai profesi memiliki kewajiban untuk mengabaikan kepentingan pribadi dan
mengikuti etika profesi yang telah ditetapkan. Kewajiban akuntan sebagai
profesional mempunyai tiga kewajiban yaitu; kompetensi, objektif dan
mengutamakan integritas. Kasus enron, xerok, merck, vivendi universal dan
bebarapa kasus serupa lainnya telah membuktikan bahwa etika sangat diperlukan
dalam bisnis. Tanpa etika di dalam bisnis, maka perdaganan tidak akan berfungsi
dengan baik. Dalam menciptakan etika bisnis, Dalimunthe (2004)
menganjurkan untuk memperhatikan hal sebagai berikut :
Ø
Pengendalian
Diri
Artinya,
pelaku-pelaku bisnis mampu mengendalikan diri mereka masing-masing untuk tidak
memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun.
Pengembangan
Tanggung Jawab Sosial (Social Responsibility)
Pelaku
bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya
dalam bentuk “uang” dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks
lagi.
Ø
Mempertahankan
Jati Diri
Mempertahankan
jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan
informasi dan teknologi adalah salah satu usaha menciptakan etika bisnis.
Ø
Menciptakan
Persaingan yang Sehat
Persaingan
dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi
persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya harus terdapat
jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah,
Ø
Menerapkan
Konsep “Pembangunan Berkelanjutan”
Dunia
bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi
perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa datang.
Ø
Menghindari
Sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi,Kolusi dan komisi)
Jika
pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan
terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk
permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan
nama bangsa dan negara.
Ø
Mampu
Menyatakan yang Benar itu Benar
Artinya,
kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai
contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan “katabelece”
dari “koneksi” serta melakukan “kongkalikong” dengan data yang salah.
Juga
jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi” serta memberikan “komisi” kepada
pihak yang terkait.
Ø
Menumbuhkan
Sikap Saling Percaya antar Golongan Pengusaha
Untuk
menciptakan kondisi bisnis yang “kondusif” harus ada sikap saling percaya
(trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah,
sehingga pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang
sudah besar dan mapan. Yang selama ini kepercayaan itu hanya ada antara pihak
golongan kuat, saat sekarang sudah waktunya memberikan kesempatan kepada pihak
menengah untuk berkembang dan berkiprah dalam dunia bisnis.
Ø
Konsekuen
dan Konsisten dengan Aturan main Bersama
Semua
konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila
setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut. Mengapa?
Seandainya semua ketika bisnis telah disepakati, sementara ada “oknum”, baik
pengusaha sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk melakukan “kecurangan”
demi kepentingan pribadi, jelas semua konsep etika bisnis itu akan “gugur” satu
demi satu.
Ø
Memelihara
Kesepakatan
Memelihara
kesepakatan atau menumbuh kembangkan Kesadaran dan rasa Memiliki terhadap apa
yang telah disepakati adalah salah satu usaha menciptakan etika bisnis. Jika
etika ini telah dimiliki oleh semua pihak, jelas semua memberikan suatu
ketentraman dan kenyamanan dalam berbisnis.
Ø
Menuangkan
ke dalam Hukum Positif
Perlunya
sebagian etika bisnis dituangkan dalam suatu hukum positif yang menjadi
Peraturan Perundang-Undangan dimaksudkan untuk menjamin kepastian hukum dari
etika bisnis tersebut, seperti “proteksi” terhadap pengusaha lemah.
BAB 3
1. Pengertian Etika dan Pengertian Governance
Etika berasal dari perkataan yunani
“ethes” berarti kesediaan jiwa akan kesusilaan atau secara bebas dapat
diartikan kumpulan dari peraturan-peraturan kesusilaan. Dalam bahasa latin
dikenal dengan perkataan Mores yang berarti pula kesusilaan, tingkat salah satu
perbuatan lahir perilaku atau tingkah laku. Perkataan mores kemudian berubah
menjadi mempunyai arti yang sama dengan etika.
Etika disebut pula “moral phiciolophy”
karena mempelajari moralitas dari perbuatan manusia sedangkan moral itu adalah
apa yang baik atau apa yang buruk, benar atau salah dengan menggunakan ukuran
norma atau nilai.
Governance adalah rangkaian proses,
kebiasaan, kebijakan, aturan, dan institusi yang memengaruhi pengarahan,
pengelolaan, serta pengontrolan suatu perusahaan atau korporasi.
2. Pengertian Etika Governance
Ethical
Governance ( Etika Pemerintahan ) adalah ajaran untuk berperilaku yang baik dan
benar sesuai dengan nilai-nilai keutamaan yang berhubungan dengan hakikat
manusia. Dalam Ethical Governance ( Etika Pemerintahan ) terdapat juga masalah
kesusilaan dan kesopanan ini dalam aparat, aparatur, struktur dan
lembaganya. Etika pemerintahan tidak terlepas dari filsafat pemerintahan.
filsafat pemerintahan adalah prinsip pedoman dasar yang dijadikan sebagai
fondasi pembentukan dan perjalanan roda pemerintahan yang biasanya dinyatakan
pada pembukaan UUD negara.
3. Governance System
Istilah
sistem pemerintahan adalah kombinasi dari dua kata, yaitu: “sistem” dan
“pemerintah”. Berarti sistem secara keseluruhan yang terdiri dari beberapa
bagian yang memiliki hubungan fungsional antara bagian-bagian dan hubungan
fungsional dari keseluruhan, sehingga hubungan ini menciptakan ketergantungan
antara bagian-bagian yang terjadi jika satu bagian tidak bekerja dengan baik
akan mempengaruhi keseluruhan. Dan pemerintahan dalam arti luas memiliki
pemahaman bahwa segala sesuatu yang dilakukan dalam menjalankan kesejahteraan
Negara dan kepentingan Negara itu sendiri. Dari pengertian itu, secara harfiah
berarti system pemerintahan sebagai bentuk hubungan antar lembaga negara dalam
melaksanakan kekuasaan Negara untuk kepentingan Negara itu sendiri dalam rangka
mewujudkan kesejahteraan rakyatnya.
Governance System merupakan suatu tata
kekuasaan yang terdapat di dalam perusahaan yang terdiri dari 4 (empat) unsur
yang tidak dapat terpisahkan, yaitu :
1.
Commitment on Governance
Commitment on Governance adalah
komitmen untuk menjalankan perusahaan yang dalam hal ini adalah dalam bidang
perbankan berdasarkan prinsip kehati-hatian berdasarkan peraturan perundangan
yang berlaku.
Dasar peraturan yang berkaitan dengan
hal ini adalah :
Undang Undang
No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.
Undang Undang
No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan jo Undang Undang No. 10 Tahun 1998.
2. Governance Structure
Governance Structure adalah struktur
kekuasaan berikut persyaratan pejabat yang ada di bank sesuai dengan yang
dipersyaratkan oleh peraturan perundangan yang berlaku.
Dasar peraturan yang berkaitan dengan
hal ini adalah :
Peraturan
Bank Indonesia No. 1/6/PBI/1999 tanggal 20-09-1999 tentang Penugasan Direktur
Kepatuhan dan Penerapan Standar Pelaksanaan Fungsi Audit Intern Bank.
Peraturan
Bank Indonesia No. 2/27/PBI/2000 tanggal 15-12-2000 tentang Bank Umum
Peraturan
Bank Indonesia No. 5/25/PBI/2003 tanggal 10-11-2003 tentang Penilaian Kemampuan
dan Kepatutan (Fit and Proper Test).
3. Governance Mechanism
Governance Mechanism adalah pengaturan
mengenai tugas, wewenang dan tanggung jawab unit dan pejabat bank dalam
menjalankan bisnis dan operasional perbankan.
Dasar peraturan yang berkaitan dengan
hal ini (antara lain) adalah :
Peraturan
Bank Indonesia No. 5/8/PBI/2003 tanggal 19-05-2003 tentang Penerapan Manajemen
Risiko bagi Bank Umum.
Peraturan
Bank Indonesia No. 5/12/PBI/2003 tentang Kewajiban Pemenuhan Modal Minimum bagi
Bank.
Peraturan
Bank Indonesia No. 6/10/PBI/2004 tanggal 12-04-2004 tentang Sistem Penilaian
Tingkat Kesehatan Bank Umum.
Peraturan
Bank Indonesia No. 6/25/PBI/2004 tanggal 22-10-2004 tentang Rencana Bisnis Bank
Umum.
Peraturan
Bank Indonesia No. 7/2/PBI/2005 tanggal 20-01-2005 jo PBI No. 8/2/PBI/2006
tanggal 30-01-2006 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum.
Peraturan
Bank Indonesia No. 7/3/PBI/2005 tanggal 20-01-2005 jo PBI No. 8/13/PBI/2006
tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum.
Peraturan
Bank Indonesia No. 7/37/PBI/2004 tanggal 17-07-2003 tentang Posisi Devisa Netto
Bank Umum.
4.
Governance Outcomes
Governance Outcomes adalah hasil dari
pelaksanaan GCG baik dari aspek hasil kinerja maupun cara-cara/praktek-praktek
yang digunakan untuk mencapai hasil kinerja tersebut. Dasar peraturan yang
berkaitan dengan hal ini adalah :
Peraturan
Bank Indonesia No. 3/22/PBI/2001 tanggal 13-12-2001 tentang Transparansi
Kondisi Keuangan Bank.
4. Budaya Etika
Gambaran mengenai perusahaan,
mencerminkan kepribadian para pemimpinya. Budaya etika adalah perilaku yang
etis. Penerapan budaya etika dilakukan secara top-down. Para eksekutif mencapai
penerapan ini melalui suatu metode tiga lapis, yaitu :
1. Corporate Credo
adalah pernyataan ringkas mengenai nilai-nilai yang ditegakkan perusahaaan.
–
Komitmen internal :
1)
Perusahaan terhadap karyawan
2)
Karyawan terhadap perusahaan
3)
Karyawan terhadap karyawan lain
–
Komitmen Eksternal
1)
Perusahaan terhadap pelanggan
2)
Perusahaan terhadap pemegang saham
3)
Perusahaan terhadap masyarakat
2. Program etika
adalah sistem yang sistem yang terdiri dari berbagai aktivitas yang dirancang
untuk mengarahkan pegawai dalam melaksanakan corporate credo.
3. Kode etik
perusahaan : Lebih dari 90% perusahaan membuat kode etik yang khusus digunakan
perusahaan tersebut dalam melaksanakan aktivitasnya. Contohnya IBM membuat
IBM’s Business Conduct Guidelines (Panduan Perilaku Bisnis IBM).
5. Mengambangkan struktur etika
korporasi
Dalam mengembangkan struktur etika
korporasi, suatu perusahaan harus memiliki good corporate governance. Good
corporate governance adalah tindakan untuk mengarahkan, mengendalikan atau memengaruhi
setiap kegiatan perusahaan agar dapat memenuhi keinginan dari masyarakat yang
bersangkutan.Penerapan good corporate governance (GCG) dapat didorong dari dua
sisi, yaitu etika dan peraturan. Dorongan dari etika (ethical driven) datang
dari kesadaran individu-individu pelaku bisnis untuk menjalankan praktik bisnis
yang mengutamakan kelangsungan hidup perusahaan, kepentingan stakeholders, dan
menghindari cara-cara menciptakan keuntungan sesaat. Di sisi lain, dorongan
dari peraturan (regulatory driven) “memaksa” perusahaan untuk patuh terhadap
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kedua pendekatan ini memiliki
kekuatan dan kelemahannya masing-masing dan seyogyanya saling melengkapi untuk
menciptakan lingkungan bisnis yang sehat. Pemerintah tentu ikut serta dalam
mengembangkan struktur etika korporasi, salah satunya dengan menyusun Pedoman
Umum Good Corporate Governance. Dalam Pedoman Umum Good Corporate Governance
Indonesia yang disusun oleh Komite Nasional Kebijakan Governance, terdapat
acuan-acuan bagi perusahaan dalam menjalankan etika korporasinya, salah satu
contohnya terdapat dalam pedoman perilaku, antara lain:
Dalam
menjalankan tugas dan kewajibannya, anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta
karyawan perusahaan harus mendahulukan kepentingan ekonomis perusahaan diatas
kepentingan ekonomis pribadi dan pihak lainnya.
Setiap
anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta karyawan perusahaan dilarang
memberikan atau menawarkan hadiah ataupun donasi kepada pejabat negara atau
individu yang mewakili mitra bisnis yang dapat mempengaruhi pengambilan
keputusan. Organ perusahaan dan karyawan perusahaan harus melaksanakan
peraturan perundang-undangan dan peraturan perusahaan.
Dewan
Komisaris berkewajiban untuk menerima dan memastikan bahwa pengaduan tentang pelanggaran
terhadap etika bisnis, pedoman perilaku, peraturan perusahaan dan peraturan
perundang-undangan diproses secara wajar dan tepat waktu. Setiap anggota Dewan
Komisaris dan Direksi, pemegang saham serta karyawan perusahaan dilarang
menyalahgunakan informasi yang berkaitan dengan perusahaan, termasuk tetapi
tidak terbatas pada informasi rencana pengambil-alihan, penggabungan usaha dan
pembelian kembali saham.
6. Kode Etik Korporasi
Code of Conduct adalah pedoman
internal perusahaan yang berisikan Sistem Nilai, Etika Bisnis, Etika Kerja,
Komitmen, serta penegakan terhadap peraturan-peraturan perusahaan bagi individu
dalam menjalankan bisnis, dan aktivitas lainnya serta berinteraksi dengan
stakeholders. Setiap perusahaan memiliki kode etik korporasi yang berbeda-beda,
seperti pertamina yang memiliki Kode Etik Korporasi yang bersumber dari Tata
Nilai Unggulan 6C (Clean, Competitive, Confident, Customer Focused,
Commercial dan Capable). Rincian singkatnya sebagai berikut:
Clean:Perusahaan
dikelola secara professional dengan:
> Menghindari benturan kepentingan
> Tidak mentolerir suap
> Menjunjung tinggi kepercayaan dan
integritas; serta
> Berpedoman pada asas-asas tata
kelola korporasi yang baik.
Competitive: Mampu
berkompetisi dalam skala regional maupun internasional, mendorong pertumbuhan
melalui investasi, membangun budaya sadar biaya dan menghargai kinerja.
Confident: Berperan
dalam pembangunan ekonomi nasional, menjadi pelopor dalam reformasi BUMN dan
membangun kebanggaan bangsa.
Customer
Focused: Berorientasi pada kepentingan pelanggan dan berkomitmen untuk
memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan.
Commercial: Menciptakan
nilai tambah dengan orientasi komersial dan mengambil keputusan berdasarkan
prinsip-prinsip bisnis yang sehat.
Capable: Dikelola
oleh pemimpin dan pekerja professional yang memiliki talenta dan penguasaan
teknis tinggi, berkomitmen dalam membangun kemampuan riset dan pengembangan.
7. Evaluasi Terhadap Kode
Perilaku Korporasi
Evaluasi terhadap kode perilaku
korporasi harus dilaksanakan secara rutin agarperusahaan selalu berada dalam
pedoman dan jika ada kesalahan maka bisa cepat diselesaikan. Berikut
pihak-pihak yang dievaluasi dan cara yang dapat dilakukan untuk kode perilaku
yang berkaitan dengan pihak-pihak tersebut :
1) Pegawai
Memberikan
pedoman yang lebih rinci kepada Pegawai tentang tingkah laku yang diinginkan
dan yang tidak diinginkan oleh perusahaan. Memberikan aturan tentang
nilai-nilai kejujuran, etika nilai, keterbukaan, dan kepuasan pelanggan yang
dapat meningkatkan suasana kondusif dalam lingkungan kerja sehingga akan
meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan pegawai secara menyeluruh.
2) Pemegang
Saham
Menambah
informasi-informasi yang dapat meyakinkan pemegang saham bahwa perusahaan,
dikelola secara hati-hati (prudent) efisien dan transparan, untuk mencapai
tingkat laba dan dividen yang diharapkan oleh Pemegang Saham dengan tetap
memperhatikan kepentingan ekspansi usaha.
3) Masyarakat
Menentukan
program-program yang (terutama yang berhubungan dengan pengambilan sumber daya
alam) tidak merusak keadaan lingkungan terutama baik tanah, air maupun udara.
8. Contoh Kasus
Di Indonesia Pegawai Negeri Sipil (PNS)
begitu banyak sehingga tidak bisa dipungkiri bahwa banyak PNS yang menyalahi
aturan seperti para PNS yang masih malas-malasan dalam menjalani tugas. Kita
pasti pernah mendengar berita tentang PNS yang masih malas-malasan dalam
menjalani tugasnya sehari-hari. Contohnya mereka berangkat kerja siang hari dan
pulang kerja sebelum jam pulang kerja, pernah juga ditemui para PNS yang
berkeliaran di tempat-tempat umum pada jam kerja. Bahkan ketika apel upacara
ada PNS yang tidak menghadiri apel upacara dan datang tidak tepat pada
waktunya.
Sebuah instansi atau perusahaan harus
lebih meningkatkan disiplin kerja bagi para pegawainya agar perusahaan tersebut
dapat berkembang maju kedepan lebih baik apabila menggunakan prinsip Good
Corporate Governance dan lebih meningkatkan etika-etika yang baik agar tidak
melalaikan suatu pekerjaan bahkan melanggar peraturan yang tidak sesuai dengan
GCG. Instansi atau perusahaan yang melanggar seperti kasus diatas harus
ditangani agar tidak melanggar etika dan tidak merugikan pihak internal maupun
pihak eksternal perusahaan. Seharusnya perusahaan atau instansi tersebut
memberikan contoh etika yang baik kepada kalangan masyarakat.
BAB 4
1. Akuntansi Sebagai Profesi dan Peran Akuntan
Profesi akuntansi merupakan sebuah profesi yang menyediakan jasa atestasi
maupun non atestasi kepada masyarakat dengan dibatasi kode etik yang ada.
Akuntansi sebagai profesi memiliki kewajiban untuk mengabaikan kepentingan
pribadi dan mengikuti etika profesi yang telah ditetapkan. Kewajiban akuntan
sebagai profesional mempunyai tiga kewajiban yaitu; kompetensi, objektif dan
mengutamakan integritas. Yang dimaksud dengan profesi akuntan adalah semua
bidang pekerjaan yang mempergunakan keahlian di bidang akuntansi, termasuk
bidang pekerjaan akuntan publik, akuntan intern yang bekerja pada perusahaan
industri, keuangan atau dagang, akuntan yang bekerja di pemerintah, dan akuntan
sebagaipendidik.
Dalam arti sempit,
profesi akuntan adalah lingkup pekerjaan yang dilakukan oleh akuntan sebagai
akuntan publik yang lazimnya terdiri dari pekerjaan audit, akuntansi, pajak dan
konsultan manajemen. Profesi akuntansi merupakan sebuah profesi yang
menyediakan jasa atestasi maupun non atestasi kepada masyarakat dengan dibatasi
kode etik yang ada.
Akuntansi memegang peranan penting dalam ekonomi dan sosial karena setiap
pengambilan keputusan yang bersifat keuangan harus berdasarkan informasi
akuntansi. Keadaan ini menjadikan akuntansi sebagai suatu profesi yang sangat
dibutuhkan keberadaanya dalam lingkungan organisasi bisnis. Keahlian-keahlian
khusus seperti pengolahan data bisnis menjadi informasi berbasis komputer.
Pemeriksa keuangan maupun nonkeuangan, Penguasaan materi
perundang-undangan perpajakan adalah hal-hal yang dapat memberikan nilai lebih
bagi profesi akuntan. Perkembangan profesi akuntansi sejalan dengan jenis jasa
akuntansi yang diperlukan oleh masyarakat yang makin lama semakin bertambah
kompleksnya. Gelar akuntan adalah gelar profesi seseorang dengan bobot yang dapat
disamakan dengan bidang pekerjaan yang lain. Misalnya bidang hukum atau bidang
teknik. Secara garis besar profesi akuntansi dapat digolongkan menjadi 4
golongan, yakni:
1.
Akuntan Publik (Public Accountants) adalah akuntan independen yang beperan
untuk memberikan jasa-jasanya atas dasar pembayaran tertentu. Seorang akuntan
publik dapat melakukan pemeriksaan (audit), misalnya terhadap jasa perpajakan,
jasa konsultasi manajemen, dan jasa penyusunan sistem manajemen.
2.
Akuntan Intern (Internal Accountant) adalah akuntan yang bekerja dalam suatu
perusahaan atau organisasi. Akuntan intern ini disebut juga akuntan perusahaan
atau akuntan manajemen. Tugasnya adalah menyusun sistem akuntansi, menyusun
laporan keuangan kepada pihak-pihak eksternal, menyusun laporan keuangan kepada
pemimpin perusahaan, menyusun anggaran, penanganan masalah perpajakan dan
pemeriksaan intern.
3.
Akuntan Pemerintah (Government
Accountants) adalah akuntan yang bekerja pada lembaga-lembaga pemerintah, misalnya di
kantor Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Badan Pengawas Keuangan
(BPK).
4.
Akuntan Pendidik adalah akuntan yang bertugas dalam
pendidikan akuntansi, melakukan penelitian dan pengembangan akuntansi,
mengajar, dan menyusun kurikulum pendidikan akuntansi di perguruan tinggi.
2.
Ekspektasi
Publik
Ekspektasi publik
adalah tanggapan yang di kemukaan oleh masyarakat tentang etika yag berlaku di
masyarakat luas. Ada banyak tanggapan yang beredar di luar sana ada yang
positif dan ada juga yang negatif tergantung seseorang yang berpendapat. Karena
sebuah ekspektasi adalah bebas sifatanya tetapi tidak mengurangi etika yang
berlaku agar ada batasannya sehingga tidak terlalu jauh melenceng dari topik
bahasannya. Masyarakat pada umumnya mengatakan akuntan sebagai orang yang
profesional khususnya di dalam bidang akuntansi. Karena mereka mempunyai suatu
kepandaian yang lebih di dalam bidang tersebut dibandingkan dengan orang awam
sehingga masyarakat berharap bahwa para akuntan dapat mematuhi standar dan
sekaligus tata nilai yang berlaku dilingkungan profesi akuntan, sehingga
masyarakat dapat mengandalkan kepercayaannya terhadap pekerjaan yang diberikan.
Dalam hal ini, seorang akuntan dipekerjakan oleh sebuah organisasi atau KAP,
tidak akan ada undang-undang atau kontrak tanggung jawab terhadap pemilik
perusahaan atau publik.Walaupun demikian, sebagaimana tanggung jawabnya pada
atasan, akuntan professional publik mengekspektasikannya untuk mempertahankan
nilai-nilai kejujuran, integritas, objektivitas, serta pentingannya akan hak
dan kewajiban dalam perusahaan.
3.
Nilai-nilai
Etika vs Teknik Akuntansi /Auditing
§ Integritas : Setiap tindakan dan
kata-kata pelaku profesi menunjukan sikap transparansi, kejujuran
dan konsisten.
§ Kerjasama : Mempunyai kemampuan untuk
bekerja sendiri maupun dalam tim.
§ Inovasi : Pelaku profesi mampu memberi
nilai tambah pada pelanggan dan proses kerja dengan metode baru.
§ Simplisitas : Pelaku profesi mampu
memberikan solusi pada setiap masalah yang timbul, dan masalah yang kompleks
menjadi lebih sederhana.
Teknik akuntansi (akuntansi
technique) adalah aturan-aturan khusus yang diturunkan dari prinsip-prinsip
akuntan yang menerangkan transaksi transaksi dan kejadian kejadian tertentu
yang dihadapi oleh entitas akuntansi tersebut.
4.
Perilaku
Etika dalam Pemberian Jasa Akuntan Publik
Masyarakat, kreditur
dan investor mengharapkan penilaian yang bebas serta tidak memihak terhadap
informasi yang disajikan dalam laporan keuangan oleh manajemen perusahaan.
Profesi akuntan publik menghasilkan berbagai jasa bagi masyarakat, antara lain:
ü
Jasa assurance adalah jasa profesional independen yang meningkatkan mutu
informasi bagi pengambil keputusan.
ü
Jasa Atestasi terdiri dari audit, pemeriksaan (examination),
review, dan prosedur yang disepakati (agreed upon procedure).
ü
Jasa atestasi adalah suatu pernyataan pendapat, pertimbangan orang yang
independen dan kompeten tentang apakah asersi suatu entitas sesuai dalam semua
hal yang material dan kriteria yang telah ditetapkan.
Jasa non assurance adalah jasa yang
dihasilkan oleh akuntan publik yang tidak memberikan suatu pendapat,
keyakinan negatif, ringkasan temuan, atau bentuk lain keyakinan.
Setiap akuntan publik
sebagai bagian anggota Institut Akuntan Publik Indonesia maupun staff
profesional (baik yang anggota IAPI maupun yang bukan anggota IAPI) yang
bekerja pada satu Kantor Akuntan Publik (KAP) harus menerapkan Aturan Etika
Kompartemen Akuntan Publik atau sekarang disebut sebagai Kode Etik Profesi
Akuntan Publik dalam melaksanakan tugasnya sebagai pemberi jasa. Kode Etik
Ikatan Akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh
anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan
dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan
dalam pemenuhan tanggung-jawab profesionalnya.
Daftar pustaka :
http://uchup123.blogspot.com/2012/11/lingkungan-bisnis-yang-mempengaruhi.html